Referensinews.com – Ketua Komisi II DPRD Kota Bandar Lampung Abdul Salim sependapat bahwa salah satu faktor Kota Bandar Lampung gagal meraih WTP adalah karena DBH.
Abdul Salim mengungkapkan, sejatinya untuk mendapat WTP banyak faktor penilaianya. Pertama, dari peruntukan berkas pembayaran sesuai atau tidak.
“Jadi salah satunya ya itu benar, faktor utang. Kita ini kan sudah beberapa tahun ini terutang. Sementara memang DBH dari Provinsi tidak lancar,” sebut pria yang juga Anggota Banang DPRD Bandar Lampung ini, Kamis, 4 Januari 2024.
Sebagaimana harapan supaya seharusnya dibayar per triwulan, namun transfer DBH kerap macet.
Kendati begitu dirinya mengakui hal itu tidak hanya dirasakan Kota Bandar Lampung, tetapi juga daerah lain di Lampung.
“Jadi rata-rata semua daerah macet. Alasan Provinsi mereka defisit anggrann, kalau di bahasa Sekda itu,” sebutnya.
Menurut Salim, DBH tentu sangat mempengaruhi tidak tercapainya WTP karena sebagian utang tidak dapat dilunasi.
“Selain PAD kan ada bermacam-macam pendapatan, salah satunya DBH. Karena terlambat ya jadi berpengaruh pada pembayaran BPKAD kita,” ungkapnya.
Dikatakan, DBH seharusnya sudah masuk dalam anggaran pendapatan dan kerja, sehingga pemeriksa BPK RI tidak memberikan nilai sebagai pemenuhan WTP.
“Mana kala macet-macet maka berpengaruh pada pendapatan BPKAD di kota, karena sektor pendapatan kita berkurang juga. Tatkala berkurang, sudah jelas belanja kita juga tertunda dan terhambat pembayarannya,” ungkapnya.
Sementara, lanjut dia, hal tersebut sudah dianggarkan.
“Karena uangnya nggak ada ya akhirnya ini menjadi penilaian pemeriksa BPK Pemkot tidak mendapatkan nilai karena beberapa sektor kegiatan sudah dijalankan, tapi pembayarannya tertunda, jadi tidak dapat WTP,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong Pemprov Lampung konsisten dalam mematuhi perundang-undangan.
“Kita mendorong pemerintah konsisten membanyar hak daripada kabupaten kota. Karena itu bagi hasil dan pendapatan yang pasti, serta pembagiannya sudah jelas berdasarkan Undang-undang,” tukasnya. (rn1)
Komentar